"KESALAHAN YANG DIJUMPAI PADA SAAT SHALAT TARAWIH"
Keluarga besar Al-Irsyad yg berbahagia......,
Terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian imam, demikian juga terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh selain imam.
Adapun kesalahan imam, banyak di antara imam yang terlalu cepat memimpin salat tarawih, sampai-sampai makmum di belakangnya tidak mungkin salat dengan tumakninah. Sehingga hal itu menyusahkan orang-orang tua, orang-orang yang fisiknya lemah, orang-orang yang agak sakit, dan semacamnya. Perbuatan semacam ini menyelisihi amanah yang dibebankan kepada mereka. Imam adalah orang yang mendapatkan amanah, sehingga wajib melakukan perkara yang paling afdal (paling utama) bagi makmumnya. Berbeda halnya jika dia salat sendiri, maka dia bebas. Jika dia mau, dia bisa mempercepat salat tanpa meninggalkan tumakninah. Dan jika dia mau, dia bisa memperlama salat. Akan tetapi, jika menjadi imam, dia wajib mengikuti mana yang paling afdal untuk makmumnya. Sebagian ulama menyatakan bahwa imam dimakruhkan mempercepat salat yang menyebabkan semua atau sebagian makmum tidak bisa melaksanakan salat sunah. Lalu, bagaimana lagi jika ada imam yang mempercepat salat sehingga menyebabkan makmum tidak bisa melaksanakan salat wajib seperti tumakninah dan mutaba'ah (mengikuti imam).
Demikian pula, sebagian imam memimpin salat tarawih dengan tata cara seperti salat witir yang kadang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu salat witir lima rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud kecuali di rakaat terahir. Atau salat witir tujuh rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau salat witir sembilan rakaat, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk menyelesaikan rakaat terakhir.
Sebagian imam melakukan hal semacam itu (ketika memimpin salat tarawih, pent.). Karena itu, saya tidak mengetahui contoh dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau menjadi imam. Beliau melakukan hal itu hanyalah ketika shalat di rumah. Tata cara semacam ini, meskipun memiliki dalil dari sunah, (yaitu seseorang salat witir lima rakaat atau tujuh rakaat dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir, atau salat witir sembilan rakaat dengan duduk di rakaat ke delapan, kemudian tasyahud dan tidak salam, kemudian berdiri lagi untuk menyelesaikan rakaat ke sembilan, duduk tasyahud, dan baru salam). Akan tetapi, jika hal ini dipraktekkan oleh imam salat tarawih di bulan Ramadhan, bisa membuat jemaah menjadi bingung karena niat awal makmum adalah salat dua rakaat-dua rakaat. Kemudian sebagian jemaah juga terkadang memiliki keperluan ketika imam salat dua rakaat atau empat rakaat lalu salam, misalnya ingin buang air kecil, atau keperluan lainnya. Sehingga tentu akan memberatkan mereka apabila imam shalat lima, tujuh, atau sembilan rakaat sekaligus.
Apabila imam ingin menjelaskan sunah tersebut, maka kami katakan kepada mereka, “Jelaskanlah sunah dengan kata-kata.” Katakanlah (jelaskanlah) kepada para jemaah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam salat witir lima rakaat atau tujuh rakaat sekaligus, dan beliau tidaklah duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau beliau shallallahu 'alaihi wasallam salat witir sembilan rakaat, beliau tidak duduk kecuali di rakaat ke delapan, kemudian duduk tasyahud (di rakaat kesembilan), lalu salam. Akan tetapi, kegemaran imam salat tarawih tidak mengobati tata cara semacam ini bersama jemaah yang belum memiliki ilmu terkait hal tersebut. Atau jemaah tersebut sudah terbiasa melakukan salat tarawih (dua rakaat-dua rakaat), lalu tata cara tersebut membuat bingung dan memberatkan mereka. Sesungguhnya sampai sekarang ini, saya tidak mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam salat witir mengimami para sahabatnya dengan tata cara semacam itu. Beliau hanyalah penyembuhan tata cara tersebut ketika beliau shalat di rumah.
Adapun kesalahan yang dilakukan oleh selain imam ketika salat tarawih adalah sebagian jemaah itu memutus-mutus salat tarawihnya. Mereka salat di masjid pertama mendapatkan satu atau dua kali salam, kemudian dilanjutkan di masjid lain semacam itu juga. Sehingga dia pun menyia-nyiakan waktu, dan terlewat dari mendapatkan pahala yang besar yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Barangsiapa berdiri (salat) bersama imam sampai selesai, tuliskan untuknya pahala salat semalam penuh.” (HR. An-Nasa'i no. 1605, Tirmidzi no. 806, dan Ibnu Majah no. 1327. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Al–Irwa', no. 447)
Demikian pula, sebagian mammum berbuat kesalahan dalam hal mengikuti (mutaba'ah) imam dengan penyebutan gerakan imam. Terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau pernah berlibur,
أمْ إِذَا رَفَع mengambil رَأْسَهُ قَبْل mengambil الإِمَ رٍوةوِوِ ر = ا ر اAN اAN اAN اAN £
“Tidakkah salah seorang dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya di hadapan imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala menarik, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk yang menarik?” (HR. Bukhari no. 691 dan Muslim no. 427)
Tulis Komentar