0811106108

KESALAHAN YANG DIJUMPAI PADA SAAT SHALAT TARAWIHHari Ke 8 Ramadhan

$rows[judul]

Keluarga besar Al-Irsyad yg berbahagia......

Terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian imam, dan demikian pula terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh selain imam.

Adapun kesalahan imam, banyak di antara imam yang terlalu cepat memimpin salat tarawih, sampai-sampai makmum di belakangnya tidak mungkin salat dengan tumakninah. Sehingga hal itu menyusahkan orang-orang tua, orang-orang yang fisiknya lemah, orang-orang yang agak sakit, dan semacamnya. Perbuatan semacam ini menyelisihi amanah yang dibebankan kepada mereka. Imam adalah orang yang mendapatkan amanah, sehingga wajib untuk melakukan hal yang paling afdal (paling utama) bagi makmumnya. Begitu pula jika dia salat sendiri, maka dia bebas. Jika dia mau, dia bisa mempercepat shalat tanpa meninggalkan tumakninah. Dan jika dia mau, dia bisa memperlama salat. Akan tetapi, jika menjadi imam, dia wajib mengikuti mana yang paling afdal untuk makmumnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa imam dimakruhkan mempercepat shalat yang menyebabkan semua atau sebagian makmum tidak bisa melaksanakan shalat sunah. Lalu, bagaimana lagi jika ada imam yang mempercepat shalat sehingga menyebabkan makmum tidak bisa melaksanakan shalat wajib seperti tumakninah dan mutaba'ah (mengikuti imam).

Demikian pula, sebagian imam memimpin salat tarawih dengan tata cara seperti salat witir yang terkadang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu salat witir lima rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud kecuali di rakaat terahir. Atau salat witir tujuh rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau salat witir sembilan rakaat, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk menyelesaikan rakaat terakhir.

Sebagian imam melakukan hal semacam itu (ketika memimpin shalat tarawih, pent.). Yang demikian ini, saya tidak mengetahui contoh dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau menjadi imam. Beliau melakukan hal itu hanyalah ketika salat di rumah. Tata cara semacam ini, meskipun memiliki dalil dari sunah, (yaitu seseorang salat witir lima rakaat atau tujuh rakaat dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir, atau salat witir sembilan rakaat dengan duduk di rakaat ke delapan, kemudian tasyahud dan tidak salam, kemudian berdiri lagi untuk menyelesaikan rakaat ke sembilan, duduk tasyahud, dan salam baru). Akan tetapi, jika hal ini dipraktikkan oleh imam salat tarawih di bulan Ramadhan, bisa membuat jemaah menjadi bingung karena niat awal makmum adalah salat dua rakaat-dua rakaat. Kemudian sebagian jemaah juga terkadang memiliki keperluan ketika imam salat dua rakaat atau empat rakaat lalu salam, misalnya ingin membuang air kecil, atau keperluan lainnya. Sehingga tentu akan memberatkan mereka apabila imam salat lima, tujuh, atau sembilan rakaat sekaligus.

Apabila imam ingin menjelaskan sunah tersebut, maka kami katakan kepada mereka, “Jelaskanlah sunah dengan kata.” Dikatakan (jelaskanlah) kepada para jemaah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam shalat witir lima rakaat atau tujuh rakaat sekaligus, dan dia tidaklah duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau beliau Shallallahu 'alaihi wasallam salat witir sembilan rakaat, beliau tidaklah duduk kecuali di rakaat ke delapan, kemudian duduk tasyahud (di rakaat kesembilan), lalu salam. Akan tetapi, hendaknya imam salat tarawih tidak menyebarkan tata cara semacam ini bersama jemaah yang belum memiliki ilmu terkait hal tersebut. Atau jemaah tersebut sudah terbiasa melakukan salat tarawih (dua rakaat-dua rakaat), lalu tata cara tersebut membuat bingung dan memberatkan mereka. Sebenarnya sampai sekarang ini, aku tidak mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam salat witir mengimami para sahabatnya dengan tata cara semacam itu. Beliau hanyalah mengajarkan tata cara tersebut ketika beliau salat di rumah.

Adapun kesalahan yang dilakukan oleh selain imam ketika salat tarawih adalah sebagian jemaah itu memutus-mutus salat tarawihnya. Mereka salat di masjid pertama mendapatkan satu atau dua kali salam, kemudian dilanjutkan di masjid lain juga. Sehingga dia pun menyia-nyiakan waktu, dan terlewat dari mendapatkan pahala yang besar yang disampaikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam,

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Barangsiapa berdiri (salat) bersama imam sampai selesai, dituliskan untuknya pahala salat semalam penuh.” (HR. An-Nasa'i no. 1605, Tirmidzi no. 806, dan Ibnu Majah no. 1327. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Al–Irwa', no. 447)

Demikian pula, sebagian makmum melakukan kesalahan dalam hal mengikuti (mutaba'ah) imam dengan mendahului gerakan imam. Terdapat hadis sahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ، أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ

“Tidakkah salah seorang dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepalanya, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk bawahnya?” (HR. Bukhari no. 691 dan Muslim no. 427)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)